Sejarah adalah masa lalu, dan masa lalu merupakan tuntunan dalam
melangkah menuju masa depan. Sejarah bukan hanya arsip lawas telantar
yang digunakan untuk mengisi jam pelajaran dua jam seminggu untuk anak
sekolah, ataupun deretan tahun dan foto yang terangkum dalam buku
untuk menambah koleksi perpustakaan. Namun sejarah adalah warisan
kekayaan nenek moyang tentang keberhasilan mereka dalam melewati
rangkaian fase kehidupan.
Indonesia memiliki sejarah. Sudah beratus tahun negara ini digembleng
oleh waktu. Seakan kenyang sudah Indonesia akan pengalaman pahit manis
kehidupan. Semua itu terangkum dalam catatan yang bernama sejarah.
Ribuan catatan dan kisah tentang keberhasilan Indonesia mengalahkan
rintangan waktu sudah dibuat. Kenangan- kenangan pahit akan penjajahan
maupun ingatan manis kejayaan nenek moyang kita di Majapahit dan
Sriwijaya seakan sudah melekat erat di otak kita sejak duduk di bangku
sekolah dasar. Namun, mengapa semua itu hanya sekedar tambahan ilmu
pengetahuan untuk mendongkrak nilai rapor? Tidak bisakah bangsa
Indonesia menjadikan sejarah sebagai bahan introspeksi dalam mengatasi
carut marut masalah kompleks negara ini?
Seakan sejarah sudah dilupakan. Begitulah cerminan bangsa kita saat
ini. Pernahkah kita berpikir, mengapa kerajaan masa lampau dapat
mencapai puncak kejayaanya, disegani oleh bangsa- bangsa lain karena
memiliki komoditas yang sangat berharga pada waktu itu, yaitu rempah-
rempah? Padahal, jika kita lihat masa kini, bangsa Indonesia masih
memiliki cukup banyak komoditas berharga yang tak semua negara
mempunyainya. Cadangan minyak bumi, kayu- kayu berkualitas yang
tersebar di hampir seluruh wilayah Nusantara, kekayaan maritim dan
kebanggaan akan predikat negara agraris. Namun, semua itu dikeruk
justru oleh bangsa asing dan kita hanya bisa menonton, atau melawan?
Bahkan perlawanan pun hanya terasa sebagai formalitas karena seakan
pihak berwajib terkesan santai dalam mempertahankan asset negaranya.
Sejarah juga mencatat bahwa persatuan yang solid merupakan faktor
utama pergerakan perjuangan kemerdekaan secara nasional. Patut dicatat
bahwa Indonesia merebut sendiri kemerdekaannya sementara banyak negara
terjajah lain mendapatkan kemerdekaannya berkat belas kasih tangan
penjajah. Dapat disimpulkan bahwa persatuan merupakan kekuatan besar
yang mampu membawa Indonesia pada level yang lebih baik. Namun jika
melihat saat ini, tampaknya persatuan hanya didengung- dengungkan saat
Indonesia mengalami permasalahan dengan negeri tetangga menyangkut
soal asset- asetnya, atau pada saat terjadi bencana alam. Selain itu,
persatuan adalah milik daerah masing- masing. Otonomi yang didapat,
dimanfaatkan untuk membangun daerahnya sendiri, tanpa mau turut
menggandeng daerah lain yang masih tertinggal. Pemerintah pusat juga
turut memperparah keadaan dengan memusatkan pembangunan pada ‘pulau
sendiri’ dan ‘pulau tetangga’, sedangkan ‘pulau nun jauh di seberang
sana’ dibiarkan terengah- engah membangun sementara kekayaan alamnya
tiap tahun dimanfaatkan asing bekerjasama dengan pemerintah pusat.
Lainnya tak peduli, ini menyangkut hukum alam. Tak heran jika gerakan
separatis bermunculan memuntut pengakuan.Lalu dimanakah persatuan yang
dulu membawa Indonesia mencapai kemerdekaan?
Keinginan bangsa Indonesia mengulang kejayaan masa lampau sebenarnya
begitu kuat. Hal ini tercermin dalam perjuangan Indonesia mendapatkan
kembali arsip- arsip kuno dan artefak yang diam- diam beredar di
kalangan internasional. Perdagangan artefak berusaha digagalkan dengan
keras. Pengembalian benda- benda bersejarah terus diusahakan
pemerintah dari tangan- tangan asing. Kampanye- kampanye mengenai
kunjungan ke museum digerakan. Tapi gerakan hanyalah gerakan. Tanpa
disertai tindak lanjut. Bagaimana nasib artefak- artefak yang sempat
‘diculik’ ketika mendiami ‘rumah’ barunya sekarang? Beberapa museum
mengakui bahwa mereka terkendala dana untuk perawatan benda- benda
yang bernilai historis itu. Beberapa kali penulis berkunjung ke
museum- museum yang terletak di Yogyakarta. Benda- benda koleksi yang
terpajang terlihat seperti hanya display belaka.Tanpa keterangan dan
penataanya monoton. Diletakan di tengah ruangan, atau dipajang di rak
kaca, sungguh tidak menarik hati. Petugas museum pun hanya terkesan
sebagai penunjuk jalan, tanpa proaktif memberikan keterangan tambahan
tentang benda koleksi museum.
Pengakuan dunia terhadap Indonesia pernah kita rasakah lima dekade
lalu. Saat Indonesia yang baru saja lahir setelah tigaratus tahun
menderita penjajahan. Indonesia, di bawah Soekarno, dijuluki macan
Asia karena perjuangan keras dan sepak terjangnya dalam pembangunan
masyarakat dan pergolakannya di tengah pusaran dua ideologi besar
dunia. Keteguhan hatinya untuk memilih jalan tengah saat dunia terbagi
menjadi dua kubu raksasa, blok barat dan timur, serta kontribusinya
dalam menggalang konferensi- konferensi skala dunia merupakan prestasi
yang tidak kecil. Tak heran, nama Indonesia saat itu bukanlah nama
yang remeh temeh, tapi nama yang patut disegani dan diwaspadai.
Ingatlah, Indonesia dulu adalah macan Asia. Pendirian Soekarno dalam
mencanangkan program berdikari patut diacungi jempol. Meskipun tidak
seratus persen berhasil, namun program berdikari mampu sedikit banyak
membawa bangsa Indonesia menuju kemandirian. Jika melihat waktu
sekarang, amatlah bertolak belakang. Sungguh royal pihak asing
memberikan dana, bantuan, hibah, pinjaman, kredit dan sejenisnya, dan
kita menerima semua itu.
Menilik dari sejarah masa lampau, dan menengok masa kini, rasanya
sungguh bertolak belakang. Memang sejarah adalah keadaan yang telah
lewat, namun tujuan waktu berjalan bukankah untuk memberikan pada kita
kesempatan untuk menjadi lebih baik dari masa lalu, dengan asumsi kita
telah mempunyai pengalaman dari masa lalu untuk digunakan memperbaiki
masa kini dan menjadikan masa depan lebih baik. Bukan untuk menambah
pengalaman dan berhenti di situ saja, yang berarti kebanggaan akan
pengalaman itu merupakan kebanggaan semu karena tanpa tindak lanjut
nyata dari diri kita.
Pengabaian atas sejarah Indonesia seperti ini memang sudah menjadi
masalah mendasar yang kurang mendapat perhatian, namun penting untuk
dikaji secara mendalam. Sejarah Indonesia sedikit banyak turut
memberikan jawaban untuk memecahkan permasalahan yang sudah bercokol
dalam diri bangsa ini sekian lama. Sejarah Indonesia mengukir banyak
catatan gemilang di masa lampau dan kita bangga akan hal itu. Namun
jika kebanggaan berhenti sebagai kebanggaan semata, tanpa usaha yang
konkret untuk mengambil nilai- nilai positif dan menerapkannya dalam
semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, tampaknya sulit bagi
negara ini untuk bangkit dari keterpurukan dan meraih kembali kejayaan
masa lalu. Dulu, Indonesia adalah penguasa lautan. Dulu, Indonesia
adalah tanah pertanian yang kaya. Dulu, Indonesia adalah zamrud
khatulistiwa. Dulu, Indonesia adala macan Asia. Siapkah kita mengulang
semua itu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar