Sabtu, 12 Desember 2009

saatnya melihat kembali sejarah

Sejarah adalah masa lalu, dan masa lalu merupakan tuntunan dalam

melangkah menuju masa depan. Sejarah bukan hanya arsip lawas telantar

yang digunakan untuk mengisi jam pelajaran dua jam seminggu untuk anak

sekolah, ataupun deretan tahun dan foto yang terangkum dalam buku

untuk menambah koleksi perpustakaan. Namun sejarah adalah warisan

kekayaan nenek moyang tentang keberhasilan mereka dalam melewati

rangkaian fase kehidupan.

Indonesia memiliki sejarah. Sudah beratus tahun negara ini digembleng

oleh waktu. Seakan kenyang sudah Indonesia akan pengalaman pahit manis

kehidupan. Semua itu terangkum dalam catatan yang bernama sejarah.

Ribuan catatan dan kisah tentang keberhasilan Indonesia mengalahkan

rintangan waktu sudah dibuat. Kenangan- kenangan pahit akan penjajahan

maupun ingatan manis kejayaan nenek moyang kita di Majapahit dan

Sriwijaya seakan sudah melekat erat di otak kita sejak duduk di bangku

sekolah dasar. Namun, mengapa semua itu hanya sekedar tambahan ilmu

pengetahuan untuk mendongkrak nilai rapor? Tidak bisakah bangsa

Indonesia menjadikan sejarah sebagai bahan introspeksi dalam mengatasi

carut marut masalah kompleks negara ini?

Seakan sejarah sudah dilupakan. Begitulah cerminan bangsa kita saat

ini. Pernahkah kita berpikir, mengapa kerajaan masa lampau dapat

mencapai puncak kejayaanya, disegani oleh bangsa- bangsa lain karena

memiliki komoditas yang sangat berharga pada waktu itu, yaitu rempah-

rempah? Padahal, jika kita lihat masa kini, bangsa Indonesia masih

memiliki cukup banyak komoditas berharga yang tak semua negara

mempunyainya. Cadangan minyak bumi, kayu- kayu berkualitas yang

tersebar di hampir seluruh wilayah Nusantara, kekayaan maritim dan

kebanggaan akan predikat negara agraris. Namun, semua itu dikeruk

justru oleh bangsa asing dan kita hanya bisa menonton, atau melawan?

Bahkan perlawanan pun hanya terasa sebagai formalitas karena seakan

pihak berwajib terkesan santai dalam mempertahankan asset negaranya.

Sejarah juga mencatat bahwa persatuan yang solid merupakan faktor

utama pergerakan perjuangan kemerdekaan secara nasional. Patut dicatat

bahwa Indonesia merebut sendiri kemerdekaannya sementara banyak negara

terjajah lain mendapatkan kemerdekaannya berkat belas kasih tangan

penjajah. Dapat disimpulkan bahwa persatuan merupakan kekuatan besar

yang mampu membawa Indonesia pada level yang lebih baik. Namun jika

melihat saat ini, tampaknya persatuan hanya didengung- dengungkan saat

Indonesia mengalami permasalahan dengan negeri tetangga menyangkut

soal asset- asetnya, atau pada saat terjadi bencana alam. Selain itu,

persatuan adalah milik daerah masing- masing. Otonomi yang didapat,

dimanfaatkan untuk membangun daerahnya sendiri, tanpa mau turut

menggandeng daerah lain yang masih tertinggal. Pemerintah pusat juga

turut memperparah keadaan dengan memusatkan pembangunan pada ‘pulau

sendiri’ dan ‘pulau tetangga’, sedangkan ‘pulau nun jauh di seberang

sana’ dibiarkan terengah- engah membangun sementara kekayaan alamnya

tiap tahun dimanfaatkan asing bekerjasama dengan pemerintah pusat.

Lainnya tak peduli, ini menyangkut hukum alam. Tak heran jika gerakan

separatis bermunculan memuntut pengakuan.Lalu dimanakah persatuan yang

dulu membawa Indonesia mencapai kemerdekaan?

Keinginan bangsa Indonesia mengulang kejayaan masa lampau sebenarnya

begitu kuat. Hal ini tercermin dalam perjuangan Indonesia mendapatkan

kembali arsip- arsip kuno dan artefak yang diam- diam beredar di

kalangan internasional. Perdagangan artefak berusaha digagalkan dengan

keras. Pengembalian benda- benda bersejarah terus diusahakan

pemerintah dari tangan- tangan asing. Kampanye- kampanye mengenai

kunjungan ke museum digerakan. Tapi gerakan hanyalah gerakan. Tanpa

disertai tindak lanjut. Bagaimana nasib artefak- artefak yang sempat

‘diculik’ ketika mendiami ‘rumah’ barunya sekarang? Beberapa museum

mengakui bahwa mereka terkendala dana untuk perawatan benda- benda

yang bernilai historis itu. Beberapa kali penulis berkunjung ke

museum- museum yang terletak di Yogyakarta. Benda- benda koleksi yang

terpajang terlihat seperti hanya display belaka.Tanpa keterangan dan

penataanya monoton. Diletakan di tengah ruangan, atau dipajang di rak

kaca, sungguh tidak menarik hati. Petugas museum pun hanya terkesan

sebagai penunjuk jalan, tanpa proaktif memberikan keterangan tambahan

tentang benda koleksi museum.

Pengakuan dunia terhadap Indonesia pernah kita rasakah lima dekade

lalu. Saat Indonesia yang baru saja lahir setelah tigaratus tahun

menderita penjajahan. Indonesia, di bawah Soekarno, dijuluki macan

Asia karena perjuangan keras dan sepak terjangnya dalam pembangunan

masyarakat dan pergolakannya di tengah pusaran dua ideologi besar

dunia. Keteguhan hatinya untuk memilih jalan tengah saat dunia terbagi

menjadi dua kubu raksasa, blok barat dan timur, serta kontribusinya

dalam menggalang konferensi- konferensi skala dunia merupakan prestasi

yang tidak kecil. Tak heran, nama Indonesia saat itu bukanlah nama

yang remeh temeh, tapi nama yang patut disegani dan diwaspadai.

Ingatlah, Indonesia dulu adalah macan Asia. Pendirian Soekarno dalam

mencanangkan program berdikari patut diacungi jempol. Meskipun tidak

seratus persen berhasil, namun program berdikari mampu sedikit banyak

membawa bangsa Indonesia menuju kemandirian. Jika melihat waktu

sekarang, amatlah bertolak belakang. Sungguh royal pihak asing

memberikan dana, bantuan, hibah, pinjaman, kredit dan sejenisnya, dan

kita menerima semua itu.

Menilik dari sejarah masa lampau, dan menengok masa kini, rasanya

sungguh bertolak belakang. Memang sejarah adalah keadaan yang telah

lewat, namun tujuan waktu berjalan bukankah untuk memberikan pada kita

kesempatan untuk menjadi lebih baik dari masa lalu, dengan asumsi kita

telah mempunyai pengalaman dari masa lalu untuk digunakan memperbaiki

masa kini dan menjadikan masa depan lebih baik. Bukan untuk menambah

pengalaman dan berhenti di situ saja, yang berarti kebanggaan akan

pengalaman itu merupakan kebanggaan semu karena tanpa tindak lanjut

nyata dari diri kita.

Pengabaian atas sejarah Indonesia seperti ini memang sudah menjadi

masalah mendasar yang kurang mendapat perhatian, namun penting untuk

dikaji secara mendalam. Sejarah Indonesia sedikit banyak turut

memberikan jawaban untuk memecahkan permasalahan yang sudah bercokol

dalam diri bangsa ini sekian lama. Sejarah Indonesia mengukir banyak

catatan gemilang di masa lampau dan kita bangga akan hal itu. Namun

jika kebanggaan berhenti sebagai kebanggaan semata, tanpa usaha yang

konkret untuk mengambil nilai- nilai positif dan menerapkannya dalam

semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, tampaknya sulit bagi

negara ini untuk bangkit dari keterpurukan dan meraih kembali kejayaan

masa lalu. Dulu, Indonesia adalah penguasa lautan. Dulu, Indonesia

adalah tanah pertanian yang kaya. Dulu, Indonesia adalah zamrud

khatulistiwa. Dulu, Indonesia adala macan Asia. Siapkah kita mengulang

semua itu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar